Minggu, 12 Februari 2017

Laporan Praktek Kerja Lapangan PBF Pharma Indo Abadi Cabang Makassar


LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
PEDAGANG BESAR FARMASI
PT. PHARMA INDO ABADI
https://pbs.twimg.com/profile_images/535261269436010497/01V4Aohz.png
OLEH :
DESI  

DEWI RANI

FAISAL

NILAM SARI. A

FARIDAWATI

 NOVELIA DAMAYANTI. P

NURLINDA

RADEN AYU HARTINA

SARIANA

WELNIA NINGSIH. P


KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2017


BAB l
PENDAHULUAN
l.1. Latar Belakang
Keresahan pemerintah Indonesia terhadap meningkatnya harga-harga produk farmasi di Indonesia patut disambut sebagai sebuah sinyal positif.  Industri Farmasi Indonesia telat menggurita sehingga gagal menghasilkan produk farmasi yang murah namun  berkualitas tinggi. Niat pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan untuk menurunkan harga (generik) akan selalu mengalami kesulitan. Hal ini akan berjalan terus sepanjang struktur Industri farmasi di Indonesia tidak mengalami reformasi . Fenomena ini juga tidak jarang diperparah oleh inkonsistensi yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia akibat tarik menarik kepentingan di dalamnya.
Keengganan Industri farmasi untuk menata diri agar lebih cepat dan murah. Disertai dengan ancaman hadirnya produsen ilegal telah menyebabkan industri farmasi di Indonesia bagaikan sedang diopnam. Gagasan self-dispensing medication yang beberapa kali dimunculkan akan selalu kandas, justru akibat tekanan para pelaku industri farmasi itu sendiri. Bahkan desain pemerintah atas pengelolaan pasokan rantai industri farmasi  telah memberi ruang yang sangat  besar bagi hadirnya Pedagang Besar Farmasi (PBF), sehingga rantai pasokan menjadi lebih panjang.
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Farmasi juga meliputi profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi produk yang berkhasiat obat yang baik dan aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya sangat diperlukan instansi-instansi kesehatan, balai pengobatan ataupun konsumen lainnya yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Salah satu distribusi dalam farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Istilah PBF yang merupakan kepanjangan dari Pedagang Besar Farmasi tentu sudah tak asing lagi bagi para pharmapreneur dan pebisnis apotek. Sejatinya PBF sama juga dengan distributor, hanya saja karena dia bergerak di bidang pendistribusian produk kefarmasian, maka disebutlah sebagai PBF. Peran PBF dalam kancah bisnis apotek tentu sangat vital, maka dari itu antara PBF dan apotek sama – sama membutuhkan. Fungsi PBF adalah penyalur dari pabrik farmasi (principal) untuk mendistribusikan segala produk farmasi ke seluruh daerah yang telah diliputnya (coverage).
Mengingat akan pentingnya hal tersebut dan upaya untuk pemberian dukungan terhadap tenaga kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi (PBF), maka program studi diploma tiga farmasi STIKES Nani Hasanuddin Makassar bekerja sama dengan PBF PT. Pharma Indo Abadi dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan dari tanggal 01 februari sampai dengan 14 februari 2017, yang berjumlah 10 orang. Praktek kerja lapangan ini diharapkan dapat mencapai dan meningkatkan pemahaman calon tenaga kefarmasian mengenai peranan apoteker di PBF, organisasi dalam PBF, mengenai tahapan-tahapan pendistribusian obat sesuai CPOB, mengetahui persyaratan dalam pendirian PBF dan pelaporan-pelaporan yang dilakukan dalam pengelolaan pendistribusian obat hingga ke sarana distribusi.
I.2. Tujuan Praktek Kerja lapangan

a.       Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya di PBF selaku sebagai tenaga teknis kefarmasian sehingga mampu berperan sebagai mitra kerja tenaga kesehatan yang siap pakai.
b.      Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
c.       Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan tentang pengadaan, penyimpanan, dan pengelolaan distribusi dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Pedagang Besar Farmasi.
d.      Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal  mengelola obat, perbekalan farmasi dan pemasarannya.



I.3. Manfaat Kerja Lapangann   
a.       Menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat, perbekalan farmasi dan pemasarannya.
  1. Dapat mengetahui secara langsung tata laksana pendistribusian, pengelolaan dan penyimpanan sediaan farmasi lainnya di PBF yang sebelumnya hanya diketahui secara teoritis.
  2. Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah diterima disekolah dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk dijadikan sebagai pembelajaran.
  3. Dapat mengetahui bentuk-bentuk sediaan farmasi yang belum pernah ada di laboratorium kampus.

·         .












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi Pedagang Besar Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) tidak boleh lagi mengimpor obat dari luar negeri. Registrasi obat impor hanya boleh dilakukan industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Ketentuan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI 1010/MENKES/PER/XI/2008 tanggal 3 November 2008 tentang Registrasi Obat.
Berdasarkan Permenkes No. 1010 Tahun 2008 tentang registrasi obat, registrasi obat baik produksi dalam negeri, obat impor, obat khusus untuk ekspor, maupun obat yang dilindungi paten hanya bisa dilakukan industri farmasi. Impor obat diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
II.2. Izin Usaha Pedagang Besar Famasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan Formulir 1 (Lampiran 1). Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.  Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b.  Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai   penanggung jawab.
d. Komisaris atau dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pemah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.



Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/ Menkes/ Per / VI / 2011, syarat-syarat  memperoleh izin pendirian PBF :
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. Memiliki nomor pokok wajib pajak (npwp);
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab;
d. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
e. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
f. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
g. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
(2) Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, PBF yang akan menyalurkan bahan obat juga harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal; dan
b. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari ruangan lain.
Pasal 6
(1) Terhadap permohonan izin PBF dikenai biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Dalam hal permohonan izin PBF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali oleh pemohon.
II.3. Kewajiban Pedagang Besar Farmasi
Adapun kewajiban Pedagang Besar FArmasi Menurut (pasal 6-11):
1)      PBF dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu.
2)      PBF wajib melaksanakan pengadaan obat, dan alat kesehatan dari sumber  yang sah.
3)      Setiap pergantian penanggung jawab wajib lapor (max 6 bulan) kepada Ka Kanwil setempat.
4)      PBF dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.
5)      Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu dan keamanannya.
6)      PBF wajib melaksanakan dokumentasi selama kegiatan berjalan.
7)      Untuk PBF penyalur BBO wajib menguasai laboratorium pengujian.
8)      Untuk setiap perubahan kemasan BBO dari kemasan aslinya, wajib dilakukan pengujian laboratorium.
9)      Setiap pendirian cabang PBF di propinsi wajib lapor kepada Ka Kanwil setempat dengan tembusan kepada Dit. Jend. Dan kepala BPOM.




II.4. Larangan Dan Pencabutan Bagi Pedagang Besar Farmasi
II.4.1. Larangan bagi PBF:
1)      PBF dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran.
2)      PBF dilarang melayani resep dari dokter.
3)      PBF dilarang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran Narkotika dan Psikotropika tanpa izin khusus dari Menkes.
4)      PBF dilarang menyalurkan obat keras kepada POE berizin, dokter, dokter gigi dan dokter hewan (SK Menkes RI no 3987/A/SK/1973).
5)      PBF dilarang menyalurkan perbekalan farmasi tanpa surat pesanan yang ditandatangani oleh penanggung jawab.
II.4.2. Pencabutan Izin Bagi Pedagang Besar Farmasi
Pencabutan izin Pedagang Besar Farmasi (PBF), menurut Kementrian Kesehatan dan RI, 201 yaitu,
1)      Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; dikenai sanksi berupa penghentian  sementara kegiatan; izin PBF dicabut. 
2)      Izin usaha Pedagang Besar Farmasi akan dicabut jika, tidak mempekerjakan Apoteker penanggung jawab yang memilki surat izin kerja, tidak aktif lagi dalam penyaluran obatselama satu tahun, tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dala peraturan, tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali berturut turut, tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran perbekalan farmasi sebagaimana yang ditetapkan.



II.5. Peraturan Perundang –Undangan Pedagang Besar Farmasi
Penyelengggaraan PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:
Pasal 13
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
(2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF.
(3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
(4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat.
Pasal 14
(1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki Apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
(4) Setiap pergantian Apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.



Pasal 15
(1) PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
(3) PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.
Pasal 16
(1) Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik.
(3) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
Pasal 17
(1) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.
(2) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.
Pasal 18
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
(4) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.
Pasal 20
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
Pasal 21
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
(2) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.
Pasal 22
Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.




Pasal 23              
(1) Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium.
(2) Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali bahan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.
Pasal 24
Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
Syarat gudang PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:
Pasal 25
(1) Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi/pengurus dan penanggung jawab.
(2) Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki Apoteker.
Pasal 26
(1) PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang.
(2) Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal.
(3) Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.


Pasal 27
(1) Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. alamat kantor PBF pusat;
b. alamat gudang pusat dan gudang tambahan;
c. nama apoteker penanggung jawab pusat; dan
d. nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF;
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan;
c. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab;
d. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan
e. peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
(3) Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pelaporan kegiatan PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:
Pasal 30
(1) Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
(2) Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
(3) Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
II.6. Tugas Dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi
II.6.1. Tugas Pedagang Besar Farmasi (PBF)
1). Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.
2). Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF lainnya.
3). Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
 4). Untuk toko obat berizin,pendistribusian obat hanya pasa obat-obat golongan obat bebas dab obat bebas terbatas, sedangkan  untuk apotek,rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas obat bebas bebas terbatas dan obat keras tertentu.

II.6.2. Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)
1).  Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
2). Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
3). Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
4). Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana  PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
5).  Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
6). Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
7). Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat berizin.
8). Sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah sesuai surat pengakuannya/surat izin edar.
9).  Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
II.7. Persyaratan Pedagang Besar Farmasi
Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB. Agar dapat beroperasi, PBF harus mempunyai lokasi dan bangunan yang memenuhi persyaratan serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan distribusi.
1.    Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.

2.     Bangunan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, serta area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain:
a). Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat yang dapat disalurkan.
b). Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundangundangan (misalnya narkotika).
c).  Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang mengandung   bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Selain itu, ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan.
3.  Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain :
1).  Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, container untuk pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah
2).  Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF\
3). Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
II.8. Alur Pendistribusian Perbekalan Farmasi
Pedagang besar Farmasi (PBF) dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan pedoman teknis CDOB. Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik, Toko Obat dan saran pelayanan kesehatan lainnya. (Permenkes 918/Menkes/Per/X/1993).
Apotek dilarang membeli atau menerima bahan baku obat selain dari PBF Penyalur Bahan Baku Obat PT. Kimia Farma dan PBF yang akan ditetapkan kemudian. (Permenkes 287/Menkes/SK/XI/76 tentang Pengimporan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku obat).
Cara distribusi Obat yang Baik (CDOB) yaitu memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Aspek-aspek CDOB yaitu, Personalia, dokumentasi, pengadaan dan penyaluran Penyimpanan serta penarikan kembali.
PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi penyaluran obat, narkotika dan psikotropika (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
A.    Obat Narkotika
Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat (Kementerian Kesehatan RI, 2011a). PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan   penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
B.     Obat psikotropika
a.       Pengertian psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat/obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat, menyebabkan perubahan khas pada mental perilaku. (Adi Darmansyah, 2010)
b.      Klasifikasi psikotropika
Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan penggolongan psikotropika digolongkan menjadi :
a)   Psikotropika Golongan I
b)   Psikotropika Golongan II
c)   Psikotropika Golongan III
d)  Psikotropika Golongan IV
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Sekalipun pengaturan dalam Undang-undang ini hanya meliputi psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III, dan psikotropika golongan IV, masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan, tetapi digolongkan sebagai obat keras. Oleh karena itu, pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang obat keras.
c.       Jalur Distribusi Psikotropika
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran
hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat,pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
a)   Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
b)   Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
c)   Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.
Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, Puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan, puskesmas dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter dilaksanakan dalam hal : menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
d.      Pelaporan Penggunaan Psikotropika
Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesma, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika. Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek, rumah sakit, puskesmas, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib melaporkan catatan kepada menteri secara berkala.
Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Psikotropika barang siapa :
a)    Menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); atau
b)   Memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau
c)    Mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau
d)   Mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu   pengetahuan; atau
e)    Secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan I; dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
f)    Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
g)   Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan korporasi, maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
II.9.  Pengadaan Barang
Pengadaan barang dilakukan dengan membuat pesenan atau PO (percising Order) kepada pabrik untuk periode tertentu. Misalnya satu pesanan untuk satu bulan penjualan, ini dilakukan PBF yang letaknya dekat PBF order.
a.    Pelengkapan pengadaan barang adalah:
Estimasi pesanan barang, sebelum membuat pesanan barang harus membuat perkiraan pemesanan barang gunanya menentukan seberapa banyak kita menjual. Dan menentukan jumlah stok bulan berikutnya dan juga untuk menghindari terjadinya penumpukan barang.
b.    Surat pesanan (Purcusing order)
Surat ini dibuat setelah berdasarkan estimasi pesanan yang sudah disetujui oleh semua pihak (team penjualan, marketing, bag. Keuangan agen gudang dan pimpinan), surat pesanan ini dibagi atas tiga macam.
Surat pesanan obat keras tertentu (OKT), surat ini berisikan nama dan jumlah pesanan obat OKT periode tertentu. Surat ini terdiri dari 5 lembaran yang dibedakan dalam berbagai warna:
a)    Lembaran 1 putih ditunjukan kepada pabrik (produsen)
b)   Lembaran 2 merah ditunjukan kepada dinas pengawasan narkoba.
c)    Lembaran 3 kuning ditunjukkan kepada departemen kesehatan,
d)   Lembaran 4 biru ditunjukkan kepada balai POM
e)    Lembaran 5 hijau ditunjukan kepada apotek yang memesan.
Surat pesanan obat prekursor, ini berisikan obat golongan prekursor (jumlah dan nama obatnya). Obat prekursor adalah obat yang bisa di salah gunakan, kegunaannya dari yang seharusnya. Contohnya formalin, lacoldin (PT,Lapi), efedrin Hcl (PT.Kimia Farma), quantidex tab (PT. Infars), lapifed (PT. Lapi). Surat pesanan obat bebas dan obat keras untuk periode tertentu surat pesan obat bebas dan obat keras dapat digabungkan.
Perbedaan dari surat pesanan di atas adalah:
a)    Jenis surat pesanan
b)   Lembaran surat pesanan untuk golongan psikotropika dan prekursor surat pesanannya dibuat terpisah sementara surat pesanan obat keras bisa digabung dengan surat pesanan obat bebas.
II.10.  Penjualan Barang
Penjualan proses pemasaran obat-obatan yang telah ada di gudang  konsumen (rumah sakit, apotek, toko obat, PBF lain) dengan menyatakan faktur penjualan ini ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi:
PBF hanya boleh menjual obat bebas kepada toko obat yang ada izin.
a.    PBF hanya boleh menjual obat bebas, obat keras, dan obat keras tertentu ke apotek, rumah sakit dan PBf lain.
b.    PBf hanya boleh menjual obat keras tertentu kepada apotek, rumah sakit, PBF lain harus ada surat pesanan terlebih dahulu.
c.    Pada barang kampas hanya boleh untuk obat bebas dan tidak dibolehkan obat daftar G.
II.11.  Penarikan Kembali
Proses ini dilakukan untuk suatu nomor batch atau satu kode produksi tertentu yang dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi. Contohnya setelah Balai POM melakukan pengamatan untuk produk quantidex tab ditemukan ketidak cocokan dengan keadaan fisiknya, maka balai POM memberi surat kepada pabrik untuk menarik quantidex tab dari pasaran melalui distributor-distributor yang memesan produk quantidex tersebut.Dari distributor akan mengirim surat kepad pelanggan seperti toko obat, apotek, rumah sakit, dll.
Penyimpangan yang dilakukan PBF dalam distribusi narkotika, PBF bisa bekerja sama dengan apotik ( sebagai apotik panel) mendistribusikan obat kepada pihak-pihak lain seperti dokter, toko obat atau pihak-pihak lain yang tidak berwenang.























BAB III
TINJAUAN UMUM

III.1  Sejarah PBF PT. Pharma Indo Abadi
PT.Pharma Indo Abadi adalah sebuah PBF atau pedagang besar farmasi, yang mulai berdiri sejak 25 November 2013 yang memulai aktivitas penjualan sejak tanggal 24 Oktober 2014. PBF PT. Pharma Indo Abadi yang dipimpin oleh Bapak Kurniawan Benyamin dimana penanggung jawabnya adalah Arniati,S.Farm.,Apt. yang bertempat di Jalan Ir. Sutami Blok D3 No. 25 Pergudangan Parangloe Indah Makassar dengan izin PBF NO HK.07.01/V/415/14 dan memiliki jumlah karyawan sebanyak 11 orang.
III.2. Visi Dan Misi PBF PT. Pharma Indo Abadi
Adapun visi dan misi PT. Pharma Indo yaitu sebagai berikut:
a.       Visi Menjadikan salah satu distribusi farmasi yang terpenjara dalam era globalisasi
b.      Misi Memberikan pelayanan yang cepat, akurat dan tepat waktu kepada apotik dan Rumah Sakit.
III.3. Job Description PT. Pharma Indo Abadi
1.    Direktur
a.    Merencanakan dan menyusun rencana kerja dan anggaran perusahaan (RAKP) PBF pelayanan dalam perusahaannya.
b.    Melakukan analisis market share dan tren perkembangan pasar apotik di daerahnya secara berkala, serta melakukan pengembangan jangka pendek dan jangka panjang di lingkungan perusahaan PBF nya.
c.    Melakukan kegiatan perencanaan dan pengadaan (Purcashing) barang dagangan.
d.   Mengelola, mengkoordinir dan mengendalikan perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya.
e.    Membangun kerja sama yang solid dan efektif bersama manajemen perusahaan.
f.     Membangun hubungan dan kerjasama yang sinergis dengan seluruh jajaran lainnya di perusahaan.
g.    Mendorong dan memberikan fasilitas yang cukup dalam upaya peningkatan efektifitas pencapaian sasaran bisnis perusahaan yang dipimpinnya.
h.    Menerapkan dan memelihara sistem informasi manajemen dan keuangan serta ISO di dalam pelaksanaan kegiatan operasional jajarannya.
i.      Melakukan penilaian kinerja terhadap manajer perusahaan pelayanan dan personil dalam group perusahaan yang dipimpinnya.
j.      Menganalisis perkembangan hasil usaha bisnis group apotek yang dipimpinnya.
2.      Apoteker Penanggung Jawab
a.       Mengatur dan memastikan bahwa pendistribusian obat dilakukan menurut prosedur yang telah ditentukan.
b.      Memelihara hasil laporan pemeriksaan dan menjamin kebenaran hasil kalkukasi.
c.       Membuat laporan bulanan prekursor, laporan triwulan untuk dilaporkan ke BPOM.
d.      Mengkoordinasikan pembagian tugas dan tanggung jawab lemari obat serta melakukan verifikasi permintaan barang dari penanggung jawab lemari obat untuk memastikan tingkat persediaan barang yang optimal.
e.       Mengkoordinasikan kegiatan entry data penerimaan barang serta stock opname (mencocokkan barang yang ada dengan catatan yang ada pada kartu stock dan computer) untuk memastikan kesesuaian data barang dalam sistem dan barang secara aktual.
f.        Menerima faktur untuk di tanda tangani.
3.      Asisten Apoteker
a.       Membuat laporan penjualan, serta memfilekan surat pesanan dari outlet
b.      Mencatat penerimaan dan pemasukan barang ke dalam kartu stok
c.       Menganalisis dan membuat laporan stok barang
d.      Pengolahan laporan pemintaan barang, persediaan barang yang kurang, kadaluarsa, rusak atau selisih, kehilangan barang, kesalahan pencatatan dan stok opname barang
e.       Pengolahan laporan penerimaan dan pengeluaran uang di bagian pelayanan dan penjualan.
4.      Fakturis
a.       Membuat sales order berdasarkan SP yang diterima
b.      Menyerahkan kepada Fac/CS dan BM untuk di approved
c.       Menyerahkan pesanan obat yang sudah di approved kepada petugas gudang untuk menyiapkan barang sesuai dengan faktur
d.      Menerima PO yang sudah di approved petugas gudang dan mencetak faktur
e.       Menyerahkan faktur dan register faktur kepada Apoteker untuk tanda tangan faktur.
5.      Administrasi
a.       Mengkoordinir seluruh kegiatan yang berhubungan dengan keuangan/akuntansi, administrasi dan penyusunan laporan keuangan dan manajerial
b.      Mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan administrasi keuangan dan akuntansi, untuk mendukung kelancaran kegiatan operasional perusahaan
c.       Melakukan pemeriksaan laporan administrasi pelayanan (laporan penjualan, biaya pegawai, inventarisasi perusahaan, Laba-Rugi), untuk menjamin kebenaran dan keabsahan dari laporan-laporan tersebut
d.      Melakukan konsolidasi laporan-laporan administrasi pelayanan menjadi laporan keuangan perusahaan sebelum dilaporkan dan disetujui oleh Manager Bisnis untuk mendukung pemberian informasi yang akurat dan tepat dalam proses pengambilan keputusan oleh pihak manajemen
e.       Melakukan pengecekan data, bukti-bukti (kwitansi, bon) yang berasal dari apotek pelayanan maupun dari staf manager bisnis untuk memastikan kebanaran dan keakuratannya
f.       Mengawasi penggunaan barang-barang kantor (ATK, bensin, listrik dan lainnya) oleh karyawan untuk menjamin penggunaan barang-barang secara efektif dan efisien
g.      Mempertimbangkan usulan pembelian inventaris kantor untuk mendukung kelancaran kegiatan operasional
h.      Melaksanakan administrasi dan pengelolaan dokumen seluruh asset-aset perusahaan, untuk memastikan bahwa semua dokumen terjamin keamanannya
i.        Melakukan pencatatan SSP (Surat Setoran Pajak) yang belum dan sudah diterima
j.        Melakukan perhitungan nilai pajak penghasilan (PPh) atas sewa kontrak dan perpanjangan jasa yang digunakan untuk mendukung pemberian informai nilai pajak secara tepat dan akurat.
6.      Gudang
a.       Melakukan pemeriksaan terhadap ketersediaan barang digudang
b.      Mengatur susunan barang berdasarkan FEFO (First Expire First Out)
c.       Menerima PO dan menyiapkan barang sesuai dengan PO dari data proses
d.      Menyerahkan PO yang sudah diaproved kepada data proses untuk dibuat faktur
e.       Menerima faktur dan register faktur dari apoteker, tanda tangan faktur
f.       Melakukan serah terima barang sesuai dengan faktur dan surat jalan kepada ekspedisi (pengantar sesuai dengan daerah masing-masing)
g.      Menerima copy faktur rangkap 5 yang sudah di paraf ekspedisi untuk di arsip.



7.      Salesman
a.       Menerima pesanan dari apotek
b.      Menyerahkan SP kepada apoteker penanggung jawab untuk diperiksa dan diteruskan kepada data proses
c.       Cek kondisi dan ED barang yang mau di return
d.      Apabila sesuai dengan kriteria, barang dapat diterima dan dibuat tanda terima pesanan minta outlet tanda tangan dan cap, serahkan copy tanda terima ke outlet, minta persetujuan tanda terima barang kepada BM, serahkan barang dan tanda terima kepada petugas gudang dan minta tanda tangan petugas gudang. (wajib mengarsip copy tanda terima yang sudah ditandatangani BM dan petugas gudang)
e.       Apabila tidak sesuai dengan kriteria, berikan penjelasan kepada outlet perihal penolakan tersebut dengan sopan.
III.4. Alur Kegiatan PT. Pharma Indo Abadi
Adapun Alur kegiatan yang dilakukan di PT. Pharma Indo Abadi adalah sebagai berikut:
a.    Pengadaan barang
Pengadaan obat-obatan dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada digudang melalui kartu stok. Jika ada barang yang akan habis maka segera dilakukan pemesanan barang ke pabrik. Pemesanan barang dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian dan disetujui oleh pimpinan dengan mengirimkan surat pesanan langsung atau dengan menelfon langsung kepada pabrik yang bersangkutan. Selanjutnya pabrik akan mengirimkan barang sesuai dengan pesanan yang disertai faktur pengiriman barang dari pabrik.
b.    Penerimaan Barang
Pada saat penerimaan barang, pertama kali dilakukan adalah menerima bukti permintaan barang dari pengantar obat kemudian melakukan pengecekan atau pemeriksaan barang sesuai dengan faktur, jika terdapat ketidaksesuain PO maka dari pihak PBF memberikan informasi kepada sales yang bersangkutan, dan jika sesuai dengan PO maka dilakukan proses pembongkaran barang dan pemasukan barang ke gudang sesuai dengan faktur pesanan obat. Setelah itu dilakukan pengecekan fisik barang yang diterima meliputi nama barang, bentuk dari sediaan obat, nomor batch, dan expire date, jumlah,  kemudian dilakukan pengecekan fisik dan kemasan dari obat pembuatan laporan hasil pengecekan barang dan menandatangani faktur asli sesuai dengan tanggal penerimaan barang, kemudian membuat laporan hasil pengecekan.
c.    Penyimpanan
Penyimpanan barang dalam gudang, diatur berdasarkan nama pabrik, jenis sediaan obat, dan dipisahkan atau disimpan berdasarkan suhu dari masing-masing obat tersebut, dan ada pula yang harus diperhatikan adalah penyimpanan barang dalam gudung yaitu tidak menyentuh lantai, hal itu dilakukan agar tidak terjadi kelembaban yang bisa menyebabkan kerusakan pada obat.
d.   Penjualan Barang
Penjualan barang (obat) PBF Pharma Indo Abadi hanya menyalurkan obat kepada PBF lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, klinik dan toko obat (selain obat keras), melalui surat pesanan (SP) dari apotek melalui sales. Kemudian orderan disampaikan ke pada fakturis yang telah di periksa oleh apoteker, setelah itu orderan atau pesanan di fakturkan dan disiapkan.
e.    Pengeluaran
Pengeluaran barang yaitu dengan mengeluarkan barang-barang yang telah di periksa kelengkapan dari barang tersebut, berdasarkan faktur penjualan  kemudian dilakukan penyiapan dan pengemasan barang, dan setelah barang siap untuk dikirim, dan di cek kembali berapa banyak yang akan dikirim ke masing-masing Apotek, setelah itu dipisahkan barang yang akan dikirim ke luar daerah dan dalam daerah, dan siap untuk dikirim.


BAB IV
PEMBAHASAN

            PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat, apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
            PT. Pharma Indo Abadi (PIA) adalah sebuah PBF yang berdiri sejak 25 November 2013 yang memulai aktivitas penjualan sejak tanggal 24 Oktober 2014, PBF PT. Pharma Indo Abadi yang dipimpin oleh Bapak Kurniawan Benyamin, Yang didampingi oleh penanggung jawab
 apoteker Arniati,S.Farm.,APt.
            Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi PT. Pharma Indo Abadi yaitu :
1.    Pengadaan barang
Pengadaan obat-obatan dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada digudang melalui kartu stok. Jika ada barang yang akan habis maka segera dilakukan pemesanan barang ke pabrik. Pemesanan barang dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian dan disetujui oleh pimpinan dengan mengirimkan surat pesanan langsung kepada pabrik yang bersangkutan melalui faximile. Selanjutnya pabrik akan mengirimkan barang sesuai dengan pesanan yang disertai faktur pengiriman barang dari pabrik.
2.  Penerimaan Barang
Pada saat penerimaan barang, pertama kali dilakukan adalah menerima bukti permintaan barang dari pengantar obat kemudian melakukan pengecekan atau pemeriksaan barang sesuai dengan faktur, jika terdapat ketidaksesuain PO maka dari pihak PBF memberikan informasi kepada sales yang bersangkutan, dan jika sesuai dengan PO maka dilakukan proses pembongkaran barang dan pemasukan barang ke gudang sesuai dengan faktur pesanan obat. Setelah itu dilakukan pengecekan fisik barang yang diterima meliputi nama barng, bentuk dari sediaan obat, nomor batch, dan expire date, jumlah,  kemudian dilakukan pengecekan fisik dan kemasan dari obat pembuatan laporan hasil pengecekan barang dan menandatangani faktur asli sesuai dengan tanggal penerimaan barang, kemudian membuat laporan hasil pengecekan.
3.    Penyimpanan
Penyimpanan barang dalam gudang, diatur berdasarkan nama pabrik, jenis sediaan obat, dan dipisahkan atau disimpan berdasarkan suhu dari masing-masing obat tersebut, dan ada pula yang harus diperhatikan adalah penyimpanan barang dalam gudung yaitu tidak menyentuh lantai, hal itu dilakukan agar tidak terjadi kelembaban yang bisa menyebabkan kerusakan pada obat.
4.    Penjualan Barang
Penjualan barang (obat) PBF Pharma Indo Abadi hanya menyalurkan obat kepada PBF lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, klinik dan toko obat (selain obat keras), melalui surat pesanan (SP) dari apotek melalui sales. Kemudian orderan disampaikan ke pada fakturis yang telah di periksa oleh apoteker, setelah itu orderan atau pesanan di fakturkan dan disiapkan.
5.    Pengeluaran
Pengeluaran barang yaitu dengan mengeluarkan barang-barang yang telah di periksa kelengkapan dari barang tersebut, berdasarkan faktur penjualan  kemudian dilakukan penyiapan dan pengemasan barang, dan setelah barang siap untuk dikirim, dan di cek kembali berapa banyak yang akan dikirim ke masing-masing Apotek, setelah itu dipisahkan barang yang akan dikirim ke luar daerah dan dalam daerah, dan siap untuk dikirim.







BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Setelah melakukan PKL selama 2 minggu, kami dapat menyimpulkan bahwa PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat, apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
PT.Pharma Indo Abadi adalah sebuah PBF atau pedagang besar farmasi, berdiri sejak tanggal 25 November 2013 yang memulai aktivitas penjualan sejak tanggal 24 Oktober 2014, dengan melakukan penyaluran perbekalan farmasi ke PBF lain, Apotek, Instalasi Rumah Sakit, Puskesmas dan Toko Obat (hanya obat bebas).
V.2. Saran
1.      Saran kepada institusi
a.    Diharapkan agar kedepannya, waktu PKL lebih lama agar dapat lebih mengetahui perbekalan farmasi di PBF.
b.    Pembimbing PKL seharusnya  lebih giat untuk mengontrol mahasiswa selama PKL berlangsung dan memberikan bimbingan untuk kemajuan mahasiswa.
2.      Saran kepada PBF Pharma Indo Abadi
a.    Diharapkan agar lebih melengkapi sarana dan prasarana yang ada di PBF (Pedagang Besar Farmasi).
b.    Diharapkan agar mampu menerapkan CDOB yang lebih maksimal, agar bisa menjadi PBF yang lebih berkualitas dan lebih baik untuk kedepannya lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik IndonesiaKementerian
Teknis Cara distribusi Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2009, PP No. 51 tahun 2009. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan. Jakarta






Tidak ada komentar:

Posting Komentar